BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Rabu, 17 Juni 2009

Film Indonesia melesat lewat lembaga sensor

Film Indonesia melesat lewat lembaga sensor

Dunia perfilman Indonesia semakin menunjukkan kapasitasnya, itu di tunjukkan dengan banyaknya perang karya yang akhir-akhir ini menyemarakkan dunia audio visual ini, dari yang bersarat religi hingga yang paling controversial tersuguh dalam panggung perfilman Indonesia. Disini peran KPI pun juga mendapatkan soratan dari masyarakat luas khususnya darim para sutradara-sutradara ternama di Indonesia itu karana kebanyakkan adegan-adegan fital mereka tidak lulus sensor.

Sebuah cerita percintaan klasik diangkat dalam sebuah film berjudul “ayat-ayat cinta” membuat jutaan masyarakat Indonesia serasa terhipnotis cerita sekaligus bagaimana actor serta actrisnya memrankan dengan totalitas tinggi, namun film ini tidak begitu saja bisa beredar di masyrakat KPI melakukukan diskusi alot dengan para crew film karna kembali salah satu adegan penting mereka masuk dalam sensor dan tak layak tayang.

Setelah itu seperti layaknya musim yang terus berganti film Indonesia pun demikian setelah drama percintaan memikat insan perfilman Indonesia, masyrakat Indonesia kembali di gemparkan dengan munculnya berbagai film horror, untuk film jenis ini bertahan cukup lama karna banyak sekali isu-isu yang terus di angkat dan akhirnya bisa membuat film yang tak terlep-as dari peran hantu itun mendapat tempat tersendiri di masyarakat, begitu juga dengan film-film yang terdahulu film-film horror ini juga tak terlepas dari pencekealan dari KPI. Dari semua film horror yang beredar dimasyarakt luas hampir semua filmnya tersensor.

ketika adegan sronok dari artis seksi Julia Peres dan mantan istri bintang dangdut ternama Saiful Jamil yakni tak lain dan tak bukan Dewi Persik, bahkan untuk kasus dari istri aLdi Taher ini terjadi hingga bebrapa kali. Kamudian kontroversi dari lokasi shooting pun tidak kalah memanas kala itu saiful jamil yang berprilaku tidak sopan terhadap lawan mainya ikut memanaskan panggung layar lebar tahun ini.

setelah cerita-cerita dari sebuah novel agak sedikit meredup sutrada yang telah mempunyai nama besar Riri Reza menggebrak jutaan mata pecinta perfilman Indonesia dengan mebuat karya dari Andrea Hirata dalam karya lain yakni dalam sebuah film bertitle “laskar pelangi” ,sebuah karya yang sebenarnya lebih dahulu popular lewat novel ini tidak kehilangan tajinya saat difilmkan peran-peran kocak namun tetap mempunyai nilai tinggi sangat bisa membawa pacinta film terbuai dalam balitong dizaman dulu, itu karna masyarakat telah menunggu karya andrea hirata ini dalam bentuk lain. Film ini begitu diterima masyarakat karna sudah begitu lama masyarakat tidak menikmati film bertema prendidikan.


Tak hanya itu film yang diangkat dari sebuah novel akhir-akhiar ini menjadi bahan pembicaraan yang hangat dalam masyarakat, pada dasarnya para pemeroduksi film yang berbahan dasar cerita dri novel tinggal mengolah ulang cerita dan menambah lebih banyak variasi improve di dalamnya, apalagi dengan membawa cerita yang telah terlebih dahulu ngetop lewat novel tersebut istilahnya merea tinggal meneruskan sukses didalamnya.

beberapa film sebelumnya seperti “AYAT-AYAT CINTA” dan “LASkAR PELANGI” adalah contoh film yang lebih dahulu melejit lewat sebuah novel ini sebenarnya telah menjadi sebuah strategi tersendiri dari para pembuat film di Indonesia untuk mengangkat isu-isu atau bahkan mengangkat nama-nama pendatang baru dibelantika perfilman Indonesia.

Dipertengahan tahun kembali kita disuguhi film yang berbahan dasar dari novel yakni kembali dari penulis ternama Habibur Rahman, prosesnya hampir sama dengan yang dilakukan oleh Riri Reza lewat Laskar Pelanginya namun film kali ini agak kembali ke cerita percintaan classic yang di padukan dengan balutan religi kemudian di bungkus indah dalam sebuah judul “ ketika cinta bertasbih”, film yang mengambil semua adegan dimesir ini telah melewati proses yng sangat panjang mulai dari shooting yang memakan waktu setahun sampai melakukan promo-promo yang didukung bebrapa artis pendatang barony hingga akhirnya bisa primer ke masyrakat luas serta film ini tergolong berani karena actor serta actris yang memerankan adalah pendatang baru, namun tu tidak menjadi sebuah masalah besar karna para actor senior sekelas Didi Petet, Dedy Mizwar memaksimalkan film ini dengan baik.

Sebuah film yang novelnya mendapat title mega best seller itu pun tidak terlepas dari beberapa controversial bahkan sebuah stasiun TV menggelar debat terbuka mengenai film tersebut, namun dari sisi pengamatan kaca mata KPI film yang popular dengan sebutan KCB tersebut tidak menemui hal yang berarti, karna memang kebanyalan film dengan balutan religi hampir semua dengan mudah melewati tahap terakhir sebelum rillis terebut.

Banyak sekali para pembuat film mengeluh terhadap kebijakan KPI yang sering mensensor adegan-adegan penting dalam sebuah film membuat mereka harus berhati-hati dalam film-film selanjutnya, dengan membuat film-film yang terlalu berhati-hati mereka akan terpaksa membatasi kekereatifitasan dan akhirnya sebuah film akan terlihat tidak maksimal, itulah salah satu alasan para pembuat film memperotes kebijakan KPI, karna dengan demikian sangat terkesan jadi tidaknya sebuah film benar-benar ada di tangan lembaga tertnggi tentang penyiaran tersebut.



Namun jika diamati banyak sekali film-film yang justru bisa popular terlebih dahulu sebelum diputar kemasyarakat luas ini karna film-film terlebih dahulu melejit lewat kontroversi dengan pihak KPI, dengan kontroversi yang terkesan berlarut-larut masyarakat akan merasa penasaran dan kemudian menunggu kapan sebuah film yang bernaung dibawah bendera kontriversi itu primer.

Belum bisa ditebak apakah hal semacam ini sengaja dilakukan sebagai strategi untuk lebih mudah dalam pemasaran ataupun unutk mendapatkan popularitas para aktornya,ataupun sebaliknya ini benar-benar terjadi karna memang ada yang salah pada adegan yang seharusnya disensor namun tidak ada kata sepakat dari pihak pembuat film sehingga membuat penayangan sebuah film bisa tertunda.

Diakui atau tidak hal seperti ini memang mendatangkan sebuah keuntungan tersendiri baik dari pihak pemroduksi film maupun dari pihak KPI sendiri, dari pemroduksi jelas bisa mendapatkan keuntungan materi maupun non materi walaupun lewat kontriversi sekalipun , sedangkan dari pihak KPI mereka mendapatkan pencitraan baik karna KPI akan terkesan tegas dalam pengamatan sebuah film sebelum edar ke masyrakat luas walaupun hal ini mendapatan banyak protes dari para pembuat film di Indonesia.




0 komentar: