BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Senin, 08 Maret 2010

sistem komunikasi indonesia (orde baru dan reformasi)

Dalam suatu negara kedudukan Perss sangat penting. Meskipun urgensi pers ini pada kenyataannya tidak sampai yang seperti apa yang kita kehendaki. Tapi, yang jelas dalam negara yang mengusung demokrasi sebagai panglima pemerintahan, pers harus tetap ada meskipun peran-perannya untuk berapa saat dikebiri.
Urgensi pers pada titik ini justru terlihat, bagaimana sebuah pemerintahan mengebiri fungsi pers atas nama keamanan atau alasan lainnya. Artinya, secara potensial pers memiliki posisi tawar yang tidak sedikit. Hal tersebut juga dipertegas dengan konsepsi Riswandha (1998: 101), bahwa ada empat pilar pemelihara persatuan bangsa, salah satunya adalah kaum intelktual atau pers.
Di Indonesia sendiri, melihat urgensi pers kita bisa mengambil dua rentang waktu yang sama sekali berbeda. Orde Baru seperti kita ketahui adalah sebuah rezim yang otoriter yang sempat memberangus kebebasan pers atas nama keamanan dan ketertiban masyarakat. Sedang rentang waktu terkhir digambarkan sebagai masa ketika kran-kran kebebasan terbuka. Terbukanya kran kedua ini juga banyak dinilai sebagai keterbukaan yang keblabasan.
Yang jelas dengan mengambil dua skuel waktu itu kita akan dapat membedakan bagaimana pola komunikasi yang dibangun oleh masing-masing rezim. Karena stiap rezim pasti memiliki sebuah gaya kepemimpinan untuk mensukseskan jalannya pemerintahan; otoriter, ataupun demokratis.

PERS YANG TERBATASI PADA ERA ORDE BARU.

DI MASA Orde Baru mungkin nasib pers terlihat sangat mengkhawatirkan. Bagaiamana tidak, pers sebegitu rupanya harus mematuhi rambu-rambu yang negara telorkan. Dan sejarah juga memperlihatkan kepada kita bahwa adanya PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) tidak membawa perubahan yang sinifikan pada pola represi itu. Yang ada justru PWI dijadikan media yang turut mencengkeramkan kuku-kukunya pada kebebasan perss di masa lalu.
Hal tersebut terlihat ketika terjadinya pembredelan pada beberapa media massa nasional yang sempat nyaring bunyinya. Ketika Tempo dan Detik dibredel oleh pemerintah, PWI yang seharusnya menggugat justru memberi pernyataan dapat memahami atau menyetujui keputusan yang sewenang-wenang itu. Lalu PWI pula justru mengintruksikan kepada pemimpin redaksi agar memecat wartawannya yang bersuara nyaring terhadap pemerintah. Sehingga tidak salah jika kita mencatat bahwa PWI adalah salah satu dari alat pengendalian pers oleh pemerintah.
Pada titik itulah Orde Baru memainkan politik hegemoninya melalui model-model pembinaan. Setidaknya, ada dua arah pembinaan yang dapat kita lihat; pertama, mengimbau atau tepatnya melarang pers memberitakan peristiwa atau isu tertentu dengan segala alasan dan pembenaran, dan menunjukan kesalahan yang dilakukan oleh Pers.
Sentuk lain dari hegemoni negara atas pers di tanah air adalah munculnya SIUPP yakni Surat Izin untuk Penerbitan Pers. Orde Baru sedemikian ketatnya dalam hal pengawasan atas pers, karena mereka tidak menghendaki mana kala pemerintahan menjadi terganggu akibat dari pemberitaan di media-media massa. Sehingga fungsi pers sebagai transmisi informasi yang obyektif tidak dapat dirasakan.
Sedangkan pada masa Orde Baru, fungsi katalisator itu sama sekali hilang. Bahwa kebebasan pers waktu itu ternyata tidak berhasil mendorong perubahan politik menuju suatu tatanan masyarakat yang demokratis, tetapi justru mendorong resistensi dan represi negara. Penelitian yang dilakukan berkenaan dengan pers di awal masa Orde Baru bisa jadi benar hanya pada titik tertentu. Artinya, pertanyaan yang relevan untuk diajukan adalah mengapa negara begitu resisten dan represif terhadap pers? Penelitian ini sendiri sama sekali tidak menyinggung hal tersebut. Padahal pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang sangat mendasar tentang sistem kepolitikan Orde Baru.
Jika kita mencoba mejawab pertanyaan mendasar di atas, kita harus menengok bagaimana pemerintahan Orde Baru berdiri. Soeharto memiliki latar belakang militer dalam karir politiknya. Sehingga ketika ia menjadi presiden, ia tidak dapat melepaskan diri dari gaya-gaya kepemimpinan ala militer.
Di awal kepemimpinannya, ketika situasi dalam negeri sedikit-banyak mengalami kekacauan akibat intrik-intrik politik dari berbagai kelompok kepentingan, misalkan Partai Komunis Indonesia, bisa jadi kepemimpinan model militer adalah yang tepat. Situasi yang darurat, anomali sosial begitu banyak, maka situasi semcam itu perlu distabilkan agar tidak berdampak lebih buruk. Dapat kita lihat bahwa fungsi militer pada masa Orde Baru adalah sebagai stabilisator juga dinamisator.

Dengan dua fungsi itu, militer atau tepatnya ABRI dengan dwi-fungsinya ikut terlibat dalam penyusunan kebijakan-kebijakan politik Orde Baru.
Sayangnya, model kepemimpinan ala militer itu tetap Soeharto pakai hingga era 1970-1980an. Padahal kondisi masyarakat saat itu sedikit-banyak sudah berubah. Masyarakat semakin cerdas dan semakin paham tentang hakikat negara demokratis. Dengan sendirinya model kepemimpinan Soeharto tertolak oleh kultur atau masyarakat. Untuk tetap mempertahkan kekuasaanya Soeharto menggunakan cara-cara represif pada semua pihak yang melawannya.

Pada titik itulah, pers melihat bahwa model kepemimpinan yang digunakan Soeharto akan memberangus kebebasan masyarakat. Artinya juga logika kekuasaan semacam itu pada suatu waktu akan menghancurkan dirinya (pers), karena pers adalah salah satu pilar penyusun sistem demokrasi yang memiliki funsgi pentingnya. Artinya pola yang digunakan Soeharto pada esensinya kontradiktif dengan logika pers itu sendiri. Tidak heran jika Orde Baru sedemikian represifnya dengan pers, karena pers adalah penghalang bagi lahirnya demokrasi Pancasila yang hegemonik dan dominatif.
Untuk mengoperasikan model kepemimpinannya, maka Orde Baru harus mengideologisasikan keamanan masyarakat. Artinya, Orde Baru harus mampu menciptakan kesan bahwa rasa keamanan selalu dibutuhkan. Untuk menciptakan perasaan semacam ini pada masyarakat, maka Orde Baru menggunakan logika perpetuation of insecurity atau mengabadikan rasa ketidakamanan.
Dengan mengabadikan rasa ketidakamanan ini, Orde Baru akan lancar ketika menggunakan kepemimpinan yang militeristik. Sehingga, dengan sendirinya pengabadian rasa ketidakamanan ini menjadikan kemanan layaknya seperti agama.
Keamanan menjadi semacam agama, dalam pengertian ini ideologi kemanan bekerja seperti dalam arti yang biasa. Ideologi kemanan merumuskan tindakan, mengatur kebijakan negara, dan pada gilirannya kebijakan negara tersebut mengatur perilaku.
Nasib pers pada masa ideologisasi kemanan ini sangat sulit, karena pers harus bertindak dalam kerangka yang abu-abu. Kerangka yang diterapkan kepada pers adalah bagaimana pers mengalami sebuah bentuk tautologi represif. Artinya, pemisahan antara kebebasan dan tanggungjawab. Orde Baru tidak memformulasikan kebebasan pers yang bertanggung jawab—artinya, tanggung jawab adalah garis batas kebebasan dan sebaliknya tidak kurang benarnya yakni kebebasan adalah garis batas tanggungjawab. Tanpa kebebasan tidak mungkin menuntut tanggungjawab dan tanpa tanggungjawab tidak mungkin menuntut kebebasan tetapi dengan rumusan pers bebas dan bertanggungjawab.

Rabu, 17 Juni 2009

Film Indonesia melesat lewat lembaga sensor

Film Indonesia melesat lewat lembaga sensor

Dunia perfilman Indonesia semakin menunjukkan kapasitasnya, itu di tunjukkan dengan banyaknya perang karya yang akhir-akhir ini menyemarakkan dunia audio visual ini, dari yang bersarat religi hingga yang paling controversial tersuguh dalam panggung perfilman Indonesia. Disini peran KPI pun juga mendapatkan soratan dari masyarakat luas khususnya darim para sutradara-sutradara ternama di Indonesia itu karana kebanyakkan adegan-adegan fital mereka tidak lulus sensor.

Sebuah cerita percintaan klasik diangkat dalam sebuah film berjudul “ayat-ayat cinta” membuat jutaan masyarakat Indonesia serasa terhipnotis cerita sekaligus bagaimana actor serta actrisnya memrankan dengan totalitas tinggi, namun film ini tidak begitu saja bisa beredar di masyrakat KPI melakukukan diskusi alot dengan para crew film karna kembali salah satu adegan penting mereka masuk dalam sensor dan tak layak tayang.

Setelah itu seperti layaknya musim yang terus berganti film Indonesia pun demikian setelah drama percintaan memikat insan perfilman Indonesia, masyrakat Indonesia kembali di gemparkan dengan munculnya berbagai film horror, untuk film jenis ini bertahan cukup lama karna banyak sekali isu-isu yang terus di angkat dan akhirnya bisa membuat film yang tak terlep-as dari peran hantu itun mendapat tempat tersendiri di masyarakat, begitu juga dengan film-film yang terdahulu film-film horror ini juga tak terlepas dari pencekealan dari KPI. Dari semua film horror yang beredar dimasyarakt luas hampir semua filmnya tersensor.

ketika adegan sronok dari artis seksi Julia Peres dan mantan istri bintang dangdut ternama Saiful Jamil yakni tak lain dan tak bukan Dewi Persik, bahkan untuk kasus dari istri aLdi Taher ini terjadi hingga bebrapa kali. Kamudian kontroversi dari lokasi shooting pun tidak kalah memanas kala itu saiful jamil yang berprilaku tidak sopan terhadap lawan mainya ikut memanaskan panggung layar lebar tahun ini.

setelah cerita-cerita dari sebuah novel agak sedikit meredup sutrada yang telah mempunyai nama besar Riri Reza menggebrak jutaan mata pecinta perfilman Indonesia dengan mebuat karya dari Andrea Hirata dalam karya lain yakni dalam sebuah film bertitle “laskar pelangi” ,sebuah karya yang sebenarnya lebih dahulu popular lewat novel ini tidak kehilangan tajinya saat difilmkan peran-peran kocak namun tetap mempunyai nilai tinggi sangat bisa membawa pacinta film terbuai dalam balitong dizaman dulu, itu karna masyarakat telah menunggu karya andrea hirata ini dalam bentuk lain. Film ini begitu diterima masyarakat karna sudah begitu lama masyarakat tidak menikmati film bertema prendidikan.


Tak hanya itu film yang diangkat dari sebuah novel akhir-akhiar ini menjadi bahan pembicaraan yang hangat dalam masyarakat, pada dasarnya para pemeroduksi film yang berbahan dasar cerita dri novel tinggal mengolah ulang cerita dan menambah lebih banyak variasi improve di dalamnya, apalagi dengan membawa cerita yang telah terlebih dahulu ngetop lewat novel tersebut istilahnya merea tinggal meneruskan sukses didalamnya.

beberapa film sebelumnya seperti “AYAT-AYAT CINTA” dan “LASkAR PELANGI” adalah contoh film yang lebih dahulu melejit lewat sebuah novel ini sebenarnya telah menjadi sebuah strategi tersendiri dari para pembuat film di Indonesia untuk mengangkat isu-isu atau bahkan mengangkat nama-nama pendatang baru dibelantika perfilman Indonesia.

Dipertengahan tahun kembali kita disuguhi film yang berbahan dasar dari novel yakni kembali dari penulis ternama Habibur Rahman, prosesnya hampir sama dengan yang dilakukan oleh Riri Reza lewat Laskar Pelanginya namun film kali ini agak kembali ke cerita percintaan classic yang di padukan dengan balutan religi kemudian di bungkus indah dalam sebuah judul “ ketika cinta bertasbih”, film yang mengambil semua adegan dimesir ini telah melewati proses yng sangat panjang mulai dari shooting yang memakan waktu setahun sampai melakukan promo-promo yang didukung bebrapa artis pendatang barony hingga akhirnya bisa primer ke masyrakat luas serta film ini tergolong berani karena actor serta actris yang memerankan adalah pendatang baru, namun tu tidak menjadi sebuah masalah besar karna para actor senior sekelas Didi Petet, Dedy Mizwar memaksimalkan film ini dengan baik.

Sebuah film yang novelnya mendapat title mega best seller itu pun tidak terlepas dari beberapa controversial bahkan sebuah stasiun TV menggelar debat terbuka mengenai film tersebut, namun dari sisi pengamatan kaca mata KPI film yang popular dengan sebutan KCB tersebut tidak menemui hal yang berarti, karna memang kebanyalan film dengan balutan religi hampir semua dengan mudah melewati tahap terakhir sebelum rillis terebut.

Banyak sekali para pembuat film mengeluh terhadap kebijakan KPI yang sering mensensor adegan-adegan penting dalam sebuah film membuat mereka harus berhati-hati dalam film-film selanjutnya, dengan membuat film-film yang terlalu berhati-hati mereka akan terpaksa membatasi kekereatifitasan dan akhirnya sebuah film akan terlihat tidak maksimal, itulah salah satu alasan para pembuat film memperotes kebijakan KPI, karna dengan demikian sangat terkesan jadi tidaknya sebuah film benar-benar ada di tangan lembaga tertnggi tentang penyiaran tersebut.



Namun jika diamati banyak sekali film-film yang justru bisa popular terlebih dahulu sebelum diputar kemasyarakat luas ini karna film-film terlebih dahulu melejit lewat kontroversi dengan pihak KPI, dengan kontroversi yang terkesan berlarut-larut masyarakat akan merasa penasaran dan kemudian menunggu kapan sebuah film yang bernaung dibawah bendera kontriversi itu primer.

Belum bisa ditebak apakah hal semacam ini sengaja dilakukan sebagai strategi untuk lebih mudah dalam pemasaran ataupun unutk mendapatkan popularitas para aktornya,ataupun sebaliknya ini benar-benar terjadi karna memang ada yang salah pada adegan yang seharusnya disensor namun tidak ada kata sepakat dari pihak pembuat film sehingga membuat penayangan sebuah film bisa tertunda.

Diakui atau tidak hal seperti ini memang mendatangkan sebuah keuntungan tersendiri baik dari pihak pemroduksi film maupun dari pihak KPI sendiri, dari pemroduksi jelas bisa mendapatkan keuntungan materi maupun non materi walaupun lewat kontriversi sekalipun , sedangkan dari pihak KPI mereka mendapatkan pencitraan baik karna KPI akan terkesan tegas dalam pengamatan sebuah film sebelum edar ke masyrakat luas walaupun hal ini mendapatan banyak protes dari para pembuat film di Indonesia.




Kamis, 04 Juni 2009


Mengenal Audio Visual

Audio visual adalah hal yang sudah tidak aneh lagi ditelinga masyarakat luas, sebuah istilah yang jika mendengarnya kita akan langsung terbayang media televise ataupun yang lainya. jika dikaitkan dengan pengertian atupun pendefinisian akan diyakini masih banyak masyarakt yang tidak mengerti dari kata tersebut, dengan itulah bisa kita artikan audio visual terdiri dari dua kata yakni ‘AUDIO’ dan ‘VISUAL” sehingga akan dengan mudah kirta mengartikanya.

  • Audio yakni sebuah media yang biasanya dapat kita pahami lewat perantara suara saja. Banyak sekali contoh media yang mengunakan sarana audio ini diantaranya yang paling popular sejak dulu hingga kini adalah radio, radio sendiri biasanya digunakan sebagai sarana komunikasi yang berfariasi. Dengan media radio biasanya kita dapat menerima informasi dari berbagai aspek misalnya ekonomi, social, budaya serta agama, tidak hanya itu saja kita juga mendapatkan hiburan berupa music, infotainment dll

  • Visual adalah berbeda dengan audio yang hanya lewat suara , media visual meyakinkan public karna kita langsung berhasdapan dengan keadaan yang sebenarnya lewat gambar tak bersuara. Banyak sekali contoh dari media ini diantaranya : Koran, majalah, tabloid, ataupun lain sebagainya

Jadi dapat kita artikan audio visual adalah paduan dari suara dan gambar yang disatukan dalam sebuah frem yang biasanya lewat media layar lebar dan mendapat sebutan seni “senimatografi”. dapat kita ambil contoh diantaranya sinetron, video clip, film dan masih banyak sebutan-sebutan yang lainya. akhir–akhir ini perkembangan audio visual berkembang sangat pesat, seiring perkembangan kebudayaan ataupun peranan sosiallah yang mengakibatkan banyak sutradara-sutradara film yang terus membuat karya untuk selalu menciptakan isu-isu hangat bagi masyarakat luas dan disamping itu bukan tidakm mungkin biasanya dimanfaatkan sebagai lading mencari uang.

Karna ini bertema audio visual maka dalam artikel kali ini saya akan mencoba sedikit focus tentang film, film adalah saah satu bentuk audio vosual yang paling mendapatkan posisi istimewa dari pada bentuk audio visual lainya itu karna penyampaian mesan moral maupun yang non moral dapat dengan mudah diterima oleh masyrakat luas tidak berhenti disitu saja keunggulan film juga kadang dapat membawa perubahan pada diri seseorang atupun dalam sekala kelompok besar sekalipun, bahkan dengan film kita dapat memberikan sindiran-sindiran menarik kepada berbagai golongan dari perorangan hingga kelompok, dari kaum yang tak beradap hingga tokoh agama sekalipun, namun yang paling marak biasanya para movie maker melakukan sindiran terhadap suatu pemerintahan yang di anggap kurang mampu mengemban tugasnya.dengan semakin banyak isu yang bisa diangkat dalam sebuah film maka akan semakin berkembang dunia perfilman.

Untuk mengenal lebih dalam lagi dalam dunia film maka dibawah ini adalah jenis jenis film dalam garis besarnya diantaranya :

  • Film fiksi

Yang disebut film fiksi adalah sebuah film yang berdasarkan atas karangan semata tidak ada dalam dunia nyata, namun tetap atas dasar isu-isu yang hangat dalam masyarakat ini dilakukan agar dapat perhatian lebih dari masyarakat yang biasanya tergambar dalam sinetron-sinetron di TV.


  • Film fiktif

Berbeda dengan fiksi yang berdasar atas sebuah karangan film fiktif lebih berorientasi pada kisah-kisah nyata yang kemudian diperankan kembali dalam sebuah film.


  • Film documenter

Film ini lebih simple dari pada dua film diatas karna kadang-kadang film berjenis documenter ini dapat dibuat dalam kelompok kecil atau bahkan individu saja, dari sgi pendanaan juga tidak terlalu menghabiskan banyak dana ketimbang dua film diatas. documenter adalah film yang memberikan keadaan nyata kepada masyrakat tanpa ada pemeranan ulang.


Itu karna film documenter dihadapkan terhadap dua hal yakni terhadap sesuatu yang nyata atau factual (ada atau terjadi), dan dari segi esensial yakni bernilai atupun memiliki makna, film documenter selalu berusaha manyajikan sesuatu bentuk objektif meskipun hal itu hampir tidak mungkin dilakukan, peranan seorang pencipta film documenter adalah bagimana menyusun fakta atau peristiwa dengan sebaik-baiknya.

Yang menjadi ciri khas film documenter adalah biasanya tidak berdurasi selama film fiksi atupun film fiktif, serta selalu ada schine wawancara ataupun slite foto sebagai pendukung agar terlihat lebih variatif. Film documenter sendiri terbagi atas 25 jenis.


  • Film eksperimental

Film jenis ini sangat berbeda dengan film-film pada umumnya, para sineas eksperimental umumnya bekerja diluar industry film utama (mainstrem) dan bekerja pada studio independen atau perorangan.mereka umumnya terlibat penuh dalam seluruh produksi dalam produksi filmnya sejak awal hingga akhir.film ini tiak memiliki plot tetapi memiliki struktur yang dipengaruhi ole ide/gagsan, emosi, serta pengalaman batin.film-film eksperimental umumnya erbentuk abstrak dan sangat tidak mudah dipahami.s




Mengenal Audio Visual


Mengenal Audio Visual

Audio visual adalah hal yang sudah tidak aneh lagi ditelinga masyarakat luas, sebuah istilah yang jika mendengarnya kita akan langsung terbayang media televise ataupun yang lainya. jika dikaitkan dengan pengertian atupun pendefinisian akan diyakini masih banyak masyarakt yang tidak mengerti dari kata tersebut, dengan itulah bisa kita artikan audio visual terdiri dari dua kata yakni ‘AUDIO’ dan ‘VISUAL” sehingga akan dengan mudah kirta mengartikanya.

  • Audio yakni sebuah media yang biasanya dapat kita pahami lewat perantara suara saja. Banyak sekali contoh media yang mengunakan sarana audio ini diantaranya yang paling popular sejak dulu hingga kini adalah radio, radio sendiri biasanya digunakan sebagai sarana komunikasi yang berfariasi. Dengan media radio biasanya kita dapat menerima informasi dari berbagai aspek misalnya ekonomi, social, budaya serta agama, tidak hanya itu saja kita juga mendapatkan hiburan berupa music, infotainment dll

  • Visual adalah berbeda dengan audio yang hanya lewat suara , media visual meyakinkan public karna kita langsung berhasdapan dengan keadaan yang sebenarnya lewat gambar tak bersuara. Banyak sekali contoh dari media ini diantaranya : Koran, majalah, tabloid, ataupun lain sebagainya

Jadi dapat kita artikan audio visual adalah paduan dari suara dan gambar yang disatukan dalam sebuah frem yang biasanya lewat media layar lebar dan mendapat sebutan seni “senimatografi”. dapat kita ambil contoh diantaranya sinetron, video clip, film dan masih banyak sebutan-sebutan yang lainya. akhir–akhir ini perkembangan audio visual berkembang sangat pesat, seiring perkembangan kebudayaan ataupun peranan sosiallah yang mengakibatkan banyak sutradara-sutradara film yang terus membuat karya untuk selalu menciptakan isu-isu hangat bagi masyarakat luas dan disamping itu bukan tidakm mungkin biasanya dimanfaatkan sebagai lading mencari uang.

Karna ini bertema audio visual maka dalam artikel kali ini saya akan mencoba sedikit focus tentang film, film adalah saah satu bentuk audio vosual yang paling mendapatkan posisi istimewa dari pada bentuk audio visual lainya itu karna penyampaian mesan moral maupun yang non moral dapat dengan mudah diterima oleh masyrakat luas tidak berhenti disitu saja keunggulan film juga kadang dapat membawa perubahan pada diri seseorang atupun dalam sekala kelompok besar sekalipun, bahkan dengan film kita dapat memberikan sindiran-sindiran menarik kepada berbagai golongan dari perorangan hingga kelompok, dari kaum yang tak beradap hingga tokoh agama sekalipun, namun yang paling marak biasanya para movie maker melakukan sindiran terhadap suatu pemerintahan yang di anggap kurang mampu mengemban tugasnya.dengan semakin banyak isu yang bisa diangkat dalam sebuah film maka akan semakin berkembang dunia perfilman.

Untuk mengenal lebih dalam lagi dalam dunia film maka dibawah ini adalah jenis jenis film dalam garis besarnya diantaranya :

  • Film fiksi

Yang disebut film fiksi adalah sebuah film yang berdasarkan atas karangan semata tidak ada dalam dunia nyata, namun tetap atas dasar isu-isu yang hangat dalam masyarakat ini dilakukan agar dapat perhatian lebih dari masyarakat yang biasanya tergambar dalam sinetron-sinetron di TV.


  • Film fiktif

Berbeda dengan fiksi yang berdasar atas sebuah karangan film fiktif lebih berorientasi pada kisah-kisah nyata yang kemudian diperankan kembali dalam sebuah film.


  • Film documenter

Film ini lebih simple dari pada dua film diatas karna kadang-kadang film berjenis documenter ini dapat dibuat dalam kelompok kecil atau bahkan individu saja, dari sgi pendanaan juga tidak terlalu menghabiskan banyak dana ketimbang dua film diatas. documenter adalah film yang memberikan keadaan nyata kepada masyrakat tanpa ada pemeranan ulang.


Itu karna film documenter dihadapkan terhadap dua hal yakni terhadap sesuatu yang nyata atau factual (ada atau terjadi), dan dari segi esensial yakni bernilai atupun memiliki makna, film documenter selalu berusaha manyajikan sesuatu bentuk objektif meskipun hal itu hampir tidak mungkin dilakukan, peranan seorang pencipta film documenter adalah bagimana menyusun fakta atau peristiwa dengan sebaik-baiknya.

Yang menjadi ciri khas film documenter adalah biasanya tidak berdurasi selama film fiksi atupun film fiktif, serta selalu ada schine wawancara ataupun slite foto sebagai pendukung agar terlihat lebih variatif. Film documenter sendiri terbagi atas 25 jenis.


  • Film eksperimental

Film jenis ini sangat berbeda dengan film-film pada umumnya, para sineas eksperimental umumnya bekerja diluar industry film utama (mainstrem) dan bekerja pada studio independen atau perorangan.mereka umumnya terlibat penuh dalam seluruh produksi dalam produksi filmnya sejak awal hingga akhir.film ini tiak memiliki plot tetapi memiliki struktur yang dipengaruhi ole ide/gagsan, emosi, serta pengalaman batin.film-film eksperimental umumnya erbentuk abstrak dan sangat tidak mudah dipahami.




Kamis, 19 Maret 2009

the dreamers

dalam buku teotrologi andrea hirata mengatakan "bermimpilah karna tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu"dengan kata lain anda berhak mempunyai cita-cita setinggi langit dan anda juga berhak untuk mendapatkanya.